Rabu, 21 Oktober 2020

Wanginya Kamar Bu Melati (Bagian 4--Terakhir)

Intan segera bangkit dari duduk, lalu mengangkat tangan dan bertakbir. Ia berdiri di tempat jamaah perempuan di pintu nomor 99. Shalatnya sangat khusyuk. Terbayang dalam ingatannya akan wajah Bu Melati. Air matanya meleleh. Pada takbir yang ketiga ia berdoa:

Ya Allah. Ampunilah dia, rahmatilah dia, bebaskan dan maafkan dia. Muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya. Mandikanlah ia dengan air, salju, dan es. Bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran.  

Berikan ia rumah yang lebih baik daripada rumahnya (di dunia), keluarga yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), pasangan yang lebih baik daripada pasangannya (di dunia). Masukkanlah ia ke dalam sorga dan lindungilah ia dari siksa kubur dan siksa neraka.

Petugas segera membawa semua jenazah yang usai dishalatkan. Mereka dimasukkan ke dalam ambulans menuju pemakaman. Jenazah Bu Melati dimakamkan di pemakaman Soraya, sekitar 30 kilometer dari Masjidil Haram.

Waktu berlanjut hingga shalat isya berjamaah usai. Jam di Tower Zamzam menunjuk pukul sepuluh malam. Sebagian besar jamaah haji kembali ke penginapan. Abdullah dan Ayu masuk ke kamar baru mereka: Kamar 712.

Rasa lelah membuat Abdullah tak kuasa menahan kantuk. Hanya dalam hitungan menit, matanya telah terpejam. Dari hidungnya keluar suara dengkuran. Ayu masih memberesi kamar barunya. Beberapa peralatan masak diletakkan pada tempatnya. Bahan makanan yang masih ada ditaruh di dalam lemari pendingin.

Tas koper milik Bu Melati masih disimpan di kamar tersebut. Karom yang menitipkannya kepada Abdullah dan Ayu karena rencananya besok pagi akan ada pengecekan isinya untuk dilaporkan kepada ketua kloter. Tindakan selanjutnya mengenai koper itu akan diputuskan oleh ketua kloter.

Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ayu harus segera beristirahat. Beberapa kali ia menguap. Apalagi melihat Abdullah yang tertidur pulas, ia juga ingin segera membaringkan badan. Besok jam tiga ia harus bangun untuk bergegas menuju Masjidil Haram.

Saat merebahkan badan, Ayu mencium bau harum di segenap penjuru kamar. Harumnya berbeda dengan aroma minyak wangi yang biasa ia cium, baik miliknya maupun milik Abdullah. Ia hafal betul karena penciumannya sangat tajam. Parfum Rasasi yang ia beli dari Zamzam Tower maupun yang kemarin ia beli dari Riyadh lain dengan bau wangi di kamar itu.

Beberapa saat Ayu mencoba menebak dari mana arah bau harum itu. Ia bangkit dari pembaringan. Bergerak ke sana kemari mencari sumber aroma. Tapi, tak ada kepastian. Semua penjuru ruangan memang sangat harum.

Ayu berharap suaminya bangun. Tapi, dengkurannya cukup keras menandakan sang suami sangat kelelahan. Ia tak berani membangunkannya.

Ayu jadi teringat Bu Melati. Batinnya mulai berbicara. Bisa jadi itu adalah aroma wangi dari sesuatu yang berhubungan dengan almarhumah. Dalam hati Ayu berdoa, “Ya Allah, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jika memang ini adalah pertanda kesyahidan Bu Melati, semoga Engkau menempatkannya di tempat yang terbaik di sisi-Mu.

“Sungguh beruntung orang yang wafat tatkala telah menyelesaikan semua rukun dan wajib haji. Aku tak tahu amalan apa yang menjadikan Bu Melati wafat bisa meraih keberuntungan yang sangat besar ini. Semoga Engkau wafatkan aku dalam husnul khatimah.”

Pada selembar kertas yang diambil dari tas kecilnya, Ayu menulis:

Jika kau keras hati

Dan sulit dinasihati

Cukuplah ingatkan diri

Bahwa suatu hari nanti

Kau akan mati

Ayu memaksakan diri untuk terpejam. Selama di Kota Mekah, ia bertekad untuk tidak menceritakan kejadian itu kepada siapa pun, termasuk suaminya, Abdullah. Hingga saat yang tepat untuk menyampaikannya sekadar untuk diambil pelajaran.

***

25 Dzulhijah 1440 H. Menjelang shubuh, Karom memberitahukan Abdullah bahwa dia bersama dengan ketua kloter akan memeriksa tas koper milik almarhumah Hajjah Melati. Tujuannya memastikan ada atau tidak barang berharga di dalamnya, sebelum tas dibawa ke Madinah.

Sekitar pukul sembilan pagi, Karom beserta ketua kloter mengetuk pintu kamar 712.

“Assalamu’alaikum.” suara Karom dari luar pintu.

“Wa’alaikumussalam.”

Abdullah membuka pintu. Di dalam kamar ada Ayu yang sudah berpakaian rapi dengan jilbab lebarnya.

“Ini Pak Taufik, ketua kloter kita.” Pak Karom menjelaskan siapa orang di sampingnya.

“Kami ingin mengecek barang-barang yang ada di dalam koper milik almarhumah. Untuk kami laporkan kepada pihak keluarga. Barangkali ada benda yang berharga dan perlu dibawa kembali ke Tanah Air.” kata Pak Taufik.

Abdullah bergegas menuju tempat koper diletakkan, “Oh silakan, Pak. Insya Allah aman. Tidak ada satu pun benda yang kami keluarkan selama kami berada di kamar ini.”

“Alhamdulillah. Mari kita mulai cek bersama-sama.” Pak Taufik meminta semua yang ada di situ untuk menyaksikan.

Satu demi satu lipatan pakaian dibuka. Belum ada benda yang istimewa. Hingga akhirnya ditemukan sebuah dompet warna biru. Pak Taufik yang membuka dompet tersebut. Hanya ada uang tersisa sebanyak tiga puluh real saja. Selebihnya, hanya kuitansi dan tiket Masjidil Haram-Tan’im yang sepertinya akan dipakai almarhumah untuk umroh sunnah.

Semua yang ada di kamar 712 takjub. Benar-benar tidak ada benda mahal di koper tersebut. Sisa uang yang dipegang almarhumah sudah digunakan untuk membeli oleh-oleh buat keluarganya di Indonesia. Bu Melati seolah sudah mempersiapkan kematiannya. Subhanallah!

 

Padang, 21 Oktober 2020

Catatan Kecil (Cakil)

Abdul Hofir

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar