Rabu, 21 Oktober 2020

Wanginya Kamar Bu Melati (Bagian 1)

 

12 Dzulhijah 1440 H. Kota Mekah kembali ramai oleh para jamaah haji. Bagi jamaah yang mengambil nafar awal, prosesi puncak haji telah berakhir. Kegiatan wuquf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, dan menginap di Mina atau biasa disingkat dengan Armina atau Armuzna, telah usai.

Dalam beberapa hari ke depan, mereka tinggal menyelesaikan babak akhir dari kegiatan haji: thawaf ifadhah, sa’i, dan tahalul. Itu berarti sebentar lagi jamaah bisa kembali ke tanah air masing-masing.

Jalan raya menjadi penuh sesak oleh orang yang memilih berjalan kaki dari jamarat (tempat lempar jumrah) menuju penginapan melalui terminal bus Syisyah. Beberapa penduduk membagikan minuman gratis. Rasa lelah dan haus terobati untuk sementara waktu.

Namun, ada jamaah yang membawa makanan dan minuman sendiri. Sayang, bungkusnya lupa dibuang di tempat yang semestinya. Dilemparkan begitu saja ke tepi atau badan jalan. Sampah berserakan di mana-mana. Jalanan seperti tak diatur lagi. Sejauh mata memandang, yang nampak hanya tumpukan sampah.

Tak ada kendaraan umum yang beroperasi. Padahal biasanya tempat ini ramai oleh lalu-lalang bus dan taksi. Namun, ada kendaraan pribadi yang menawarkan tumpangan dengan bayaran yang lumayan mahal.

Bus shalawat yang biasanya ada, dikonsentrasikan untuk mengantarkan jamaah yang memilih kembali dari Mina ke penginapan di Kota Mekah dengan transportasi umum. Rute mereka berbeda dengan rute para pejalan kaki.

Jamaah yang memilih kembali ke penginapan dengan kendaraan bus harus rela menempuh perjalanan cukup lama. Waktu tempuh dari Mina ke sekitar Masjidil Haram saja bisa mencapai lima hingga enam jam.

Hal itu membuat jamaah kelelahan. Meskipun di dalam bus ada pendingin udara, kekurangan minuman bisa menyebabkan dehidrasi. Ini yang berbahaya.

Sekitar jam tiga siang, sebagian besar jamaah telah kembali ke penginapan. Mereka didera rasa lelah karena selama berhari-hari menjalani puncak haji dengan kegiatan tiada henti dan waktu istirahat yang hanya sebentar.

Kini tibalah saat yang benar-benar nikmat untuk beristirahat. Banyak yang tertidur pulas. Jamaah yang tidak tidur memilih menikmati waktu istirahat dengan kegiatan ringan seperti mengikuti kajian, merendam pakaian, atau sekadar ngobrol dengan tetangga kamar.

Bu Melati memilih untuk tetap berada di kamar 712. Ia istirahat sampai menunggu waktu ashar. Usianya yang menjelang enam puluh tahun tentu berbeda stamina dengan jamaah yang masih muda. Badannya merasa kelelahan yang sangat.

Usai menjalankan shalat ashar di mushalla hotel di lantai dua, Bu Melati menjulurkan kakinya. Badannya bersandar pada dinding mushalla. Pegal-pegal masih terasa di kakinya. Kemacetan selama perjalanan menuju penginapan benar-benar menguras tenaga. Ia meminta dipijit oleh teman sekamarnya. Namanya Intan.

Malam hari seusai shalat isya, Ketua Rombongan atau Karom memberikan pengarahan. Jamaah diminta memanfaatkan waktu istirahat sebaik-baiknya. Pelaksanaan thawaf ifadhah menunggu bus shalawat kembali beroperasi. Diperkirakan dua hari lagi.

Namun, jamaah yang merasa kuat, disilakan melakukannya mulai tengah malam nanti atau esok hari. Mendengar arahan tadi, Bu Melati senang hati. Berarti ada waktu yang cukup untuk mengembalikan stamina supaya siap untuk melakukan ibadah selanjutnya.

***

14 Dzulhijjah 1440 H. Bus shalawat yang biasa mengantarkan jamaah bepergian ke seantero Kota Mekah beroperasi kembali. Sejak tiga hari sebelum keberangkatan ke Arafah, operasional bus ini memang dihentikan sementara. Pemerintah Arab Saudi mengatur agar bus-bus tersebut fokus ke pelayanan jamaah selama perjalanan di Armuzna.

Selama itu pula, jamaah yang selama hari-hari menjelang wuquf tetap ingin ke Masjidil Haram terpaksa harus berjalan kaki dengan jarak yang bervariasi antara 1-5 kilometer. Pilihan lainnya, jamaah bisa menggunakan taksi. Namun, jangan kaget jika pengemudi memasang tarif super mahal bahkan mencapai 80 SAR hanya untuk perjalanan sejauh 2,5 kilometer.

Jamaah yang bisa menawar harga di bawah 50 SAR mungkin akan dilayani. Tapi, jangan protes jika di tengah perjalanan si pengemudi akan mempersilakan penumpang lain masuk ke taksi. “Siapa suruh bayar murah!” mungkin itu yang ada di batin si pengemudi.

Hari ini, semua berjalan normal kembali. Karom meminta jamaah bersiap melakukan thawaf ifadhah sebagai bagian akhir dari rangkaian ibadah haji yang ditutup dengan sa’i (lari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah) dan tahalul (memotong rambut sebagian atau seluruhnya).

Di kamar 712, Intan membantu Bu Melati menyiapkan keperluan baik makanan dan minuman maupun alat perlindungan diri seperti masker, semprotan air, dan payung. Ia terus dikawal oleh Intan. Jika tidak, dia suka lupa diri. Badannya kadang mudah lelah, tapi semangatnya tidak mau kalah dengan jamaah berusia di bawahnya.

“Bu Melati yakin sudah sehat betul?” tanya Intan.

“Insya Allah, Intan. Ibu sudah enakan. Kan sudah dua hari istirahat.”

“Nanti kalau kecapekan, bilang ya. Jangan dipaksakan.”

“Iya, Intan. Terima kasih, ya. Kamu baik sekali. Aku cuma ingin segera menyelesaikan semua rukun dan wajib haji. Insya Allah setelah itu aku akan istirahat.”

“Iya, Bu. Saya juga sama. Cuma saya khawatir kalau Ibu terlalu memaksakan diri. Kemarin saja sewaktu berjalan untuk lempar jumroh, Ibu kan beberapa kali istirahat. Untung askarnya baik. Saya lihat jamaah lain yang besandar di terowongan saja sudah didekati oleh askar lalu diminta melanjutkan perjalanan.”

“He he... Itulah untungnya kalau jamaah tua macam Ibu. Askar yang galak pun jadi sopan. Iya, kan?”

“Ah, Bu Melati mah aji mumpung.”

“Bukan begitu. Buat Ibu, dunia ini tempatnya bekerja. Kalau mau istirahat yang di alam kubur dan akhirat nanti. Betul tidak?”

“Ha ha... Iya juga sih, Bu.”

Intan tertawa hingga nampak giginya yang putih. Mereka berdua keluar dari kamar 712.

Para jamaah serombongan sering memuji semangat Bu Melati. Tapi, justru itu yang Intan khawatirkan. Apalagi beredar kabar bahwa angka kematian jamaah haji melonjak 140 persen dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan puncak haji.

... (Bersambung ke bagian 2)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar