Oleh: Abdul Hofir, Pegawai
Direktorat Jenderal Pajak
Dimuat di harian Padang Ekspres
tanggal 13 Juni 2020
Keputusan Gubernur Sumbar menetapkan
tatanan normal baru yang produktif dan aman Covid-19 (new normal life) melalui Pergub Nomor 36 Tahun 2020 pada 5 Juni
2020 layak mendapatkan apresiasi.
Meskipun baru ditujukan bagi ASN di
lingkungan Pemprov Sumatera Barat, beleid ini setidaknya memberikan pedoman
tentang bagaimana masyarakat beradaptasi dengan kondisi kehidupan baru dalam
keseharian, untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian memutus mata rantai
penularan Covid-19, serta memberikan perlindungan optimal bagi kesehatan dan
keselamatan masyarakat.
Sumatera Barat merupakan provinsi
pertama yang menerapkan new normal di
Indonesia. Bisa jadi kebijakan tersebut akan diikuti oleh provinsi lain asalkan
syarat-syaratnya terpenuhi. Penetapan yang tergolong cepat ini mirip dengan
penetapan status darurat Kota Padang pada 26 Maret 2020.
Ketika itu, ada lima kasus positif
Covid-19 di Sumatera Barat dan segera setelah itu pemerintah daerah membuat
keputusan agar masjid-masjid tidak menyelenggarakan Shalat Jumat. Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan mulai 22 April 2020, kedua setelah
provinsi DKI Jakarta lebih dulu menerapkan.
Sebelum memasuki new normal, ada masa transisi yang harus
dilewati dan menjadi bukti bahwa suatu wilayah memang siap menerapkannya.
Beberapa syarat yang ditetapkan oleh
WHO yaitu, pertama, pemerintah bisa
membuktikan bahwa transmisi virus Covid-19 sudah dikendalikan. Kedua, rumah sakit atau sistem kesehatan
tersedia untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan
mengkarantina pasien Covid-19.
Ketiga, risiko penularan wabah sudah
terkendali terutama di tempat dengan kerentanan tinggi. Keempat, langkah pencegahan di lingkungan kerja, seperti menjaga
jarak, cuci tangan, dan etika saat batuk.
Kelima, mencegah kasus impor virus korona.
Keenam, mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam transisi
new normal.
Kondisi di tiap wilayah di Indonesia
tentu tidak sama. Dalam kasus di provinsi Sumatera Barat, Gubernur menyatakan
bahwa sejak PSBB tidak ada lagi kasus Covid-19 impor.
Yang terjadi adalah transmisi lokal.
Selain itu, Sumbar sudah memiliki tujuh rumah sakit rujukan, dua rumah sakit
khusus Covid-19, dan laboratorium pemeriksaan. Alat pelindung diri (APD) untuk
tenaga medis juga tersedia.
Mudah-mudahan ini menjadi indikasi
kesiapan Sumbar untuk memasuki era new
normal di samping kesiapan masyarakat untuk disiplin dan berperilaku sehat
sesuai dengan protokol yang berlaku.
Fakta menunjukkan sudah tiga bulan
pandemi Covid-19 menyerang Indonesia sejak kasus pertama muncul di awal Maret
2020. Dalam waktu yang relatif singkat, sendi-sendi perekonomian lumpuh.
Tindakan pelaku usaha menghentikan
operasional usahanya dan pemutusan hubungan kerja memicu munculnya masalah yang
kian parah: pengangguran dan peningkatan angka kemiskinan.
Berdasarkan data Kementerian
Ketenagakerjaan sampai 2 Juni 2020, jumlah PHK seluruh Indonesia sudah lebih
dari 3 juta pekerja dan pengangguran diperkirakan akan bertambah 5,23 juta
apabila Covid-19 ini terus meluas.
Sesuai imbauan pemerintah, hampir
seluruh aktivitas masyarakat dilakukan di rumah: perdagangan, pendidikan,
rapat, seminar, hingga peribadatan.
Kecuali beberapa layanan masyarakat
baik oleh pemerintah maupun swasta yang memang harus diberikan secara tatap
muka seperti kesehatan, pengurusan surat izin mengemudi, jasa kenotariatan, dan
perbankan. Selebihnya, layanan diberikan secara daring melalui whatsapp, email,
dan vidcon jika diperlukan.
Kondisi ini selain menciptakan pola
kehidupan baru, tak jarang menimbulkan masalah sosial, penurunan produktivitas,
dan efektivitas kerja. Karena tidak semua hal bisa dikerjakan di rumah.
Kesiapan sumber daya manusia,
teknologi, dan biaya, menjadi persoalan tersendiri. Pengeluaran yang mestinya
berkurang karena bekerja di rumah, justru meningkat karena masyarakat
membutuhkan kuota internet, misalnya.
Belum lagi wilayah yang akses
internetnya terbatas. Masyarakat mulai merasakan kebosanan. Mereka mulai keluar
rumah. Tak sedikit, imbauan pemerintah agar masyarakat mematuhi protokol
kesehatan mulai dilanggar.
Himpitan dan kesulitan itu harus
segera diatasi. Covid-19 ini mungkin berhenti jika sudah ditemukan vaksin.
Tapi, kemungkinan baru dua tahun ke depan ditemukan. Oleh karena itu, kembali
kepada tatanan baru yang produktif dan aman (new normal) adalah kemestian yang harus dijalani.
Dalam kasus Sumatera Barat, Gubernur
Irwan Prayitno berpendapat bahwa melalui tatanan normal baru yang produktif dan
aman kita kembali produktif dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan bisnis,
ibadah, sekolah, harus berjalan kembali mengikuti suasana baru namun harus
tetap aman.
Kuncinya adalah disiplin masyarakat
untuk mengikuti protokol kesehatan tanpa kecuali. Gubernur menekankan 3 syarat
pelaksanaan new normal: epidemologi, kesehatan, kesiapan masyarakat. Tiga
syarat ini mirip dengan ketentuan WHO di atas.
Pulihkan
Ekonomi
New
normal bukanlah
kehidupan yang normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Justru new normal
adalah tatanan kehidupan yang berbeda dengan sebelumnya yang sebenarnya tidak
normal lagi, seperti memakai masker, rajin cuci tangan, menjaga jarak, dan
menghindari kerumunan.
Meskipun kran aktivitas masyarakat
dibuka, kesadaran untuk hidup dalam protokol kesehatan yang ketat sangat
diperlukan.
Jaminan yang tak kalah penting
adalah ketersediaan dana untuk memulihkan sejumlah keterpurukan yang terjadi di
berbagai sektor, terutama ekonomi. Penerapan PSBB di satu sisi menimbulkan
risiko finansial yang besar bagi negara.
Di sisi lain, membiarkan masyarakat
terpapar Covid-19 akibat perilaku hidup yang ceroboh juga tidak kita inginkan.
Oleh karena itu, ketersediaan dana menjadi syarat mutlak. Sumbernya bisa dari
APBN maupun APBD.
Pemulihan ekonomi menjadi hal yang
mendesak dilakukan setelah penanganan kesehatan. Sektor yang semestinya
diutamakan untuk diselamatkan adalah UMKM sebagai tulang punggung perekonomian
negara, mulai dari pedagang sayur-mayur, buah-buahan, warung makanan, sampai
toko kelontong.
Data menunjukkan bahwa tahun 2018,
jumlah UMKM tercatat sebanyak 64,2 juta unit dengan menyerap 97% dari total
tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja (databoks.katadata.co.id). Dalam
suasana pandemi Covid-19, UMKM ini merasakan dampak kelesuan yang luar biasa.
Melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020,
pemerintah menambah pengeluaran belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk
penanganan dampak Covid–19 sebesar Rp405,1 triliun. Tambahan tersebut digunakan
untuk intervensi di bidang kesehatan, berupa penganggulangan Covid-19 sebesar
Rp75 triliun, tambahan Jaringan Pengaman Sosial sebesar Rp110 triliun, dukungan
industri melalui insentif pajak dan bea masuk serta stimulus KUR senilai Rp70,1
triliun, dan dukungan pembiayaan anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi
nasional pasca Covid-19 sebesar Rp150 triliun.
Peraturan Menteri Keuangan nomor
44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi
Covid-19 memberikan kebijakan berupa pajak ditanggung pemerintah bagi pekerja
(PPh Pasal 21) danUMKM (PPh final sesuai dengan PP nomor 23 tahun 2018).
Selain itu, diberikan juga
pengurangan setoran PPh Pasal 25 (bulanan), pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran PPN untuk pengajuan pengembalian (restitusi paling banyak Rp5
miliar).
Ketentuan ini berlaku bagi wajib
pajak yang memiliki klasifikasi lapangan usaha (KLU) baik di bidang industri,
perdagangan, pertanian, perkebunan, maupun jasa. Aturan ini tentu sangat
membantu masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan.
Bagaimana pun, pemerintah tetap
harus berupaya mengamankan penerimaan pajak untuk membiayai keperluan negara
dalam masa pandemi ini. Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak tahun ini
mengalami defisit sebesar Rp388,5 triliun akibat Covid-19.
Dari target sebelumnya sebesar
Rp1.642,6 triliun, penerimaan pajak kemungkinan hanya akan mencapai Rp1.254,1
triliun. Jika ditambahkan dengan penurunan penerimaan bea dan cukai tahun ini
sebesar Rp14,6 triliun atau hanya Rp208,5 triliun dari target sebesar Rp223,1
triliun, secara keseluruhan penerimaan perpajakan tahun ini hanya Rp1.462,6 triliun,
atau turun Rp403,1 triliun dari target dalam APBN 2020 yang sebesar Rp1.865,7
triliun (data diambil dari berbagai sumber).
Kembalinya masyarakat dalam tatanan
normal baru yang produktif dan aman Covid-19 diharapkan mampu menghidupkan
kembali perekonomian. UMKM dapat kembali tumbuh, pelayanan pemerintah menjadi
lebih produktif, belanja pemerintah sebagai alat menaikkan produk domestik
bruto kembali mengalir.
Jika ini mampu diwujudkan, tidak
mustahil wajib pajak kembali mampu melakukan kewajibannya sebagai warga negara.
Semoga kita berhasil melalui era new
normal ini dengan sebaik-baiknya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar