Dahulu...
Ibunda pernah bilang
Ketika fajar datang
Ia ambilkan kain selendang
Selimuti sang putra tersayang
Tiada rela dingin membalut badan,
menusuk tulang
Ia anaknya meski bukan semata wayang
Namun hadirnya adalah harapan yang
hilang
Ketika dhuha mulai lekas
Kau ambil sajadah bertakhta benang
emas
Lantunkan doa penuh harap dan cemas
Dalam hati tertanam lalu terucap
lepas
Kala terang insan menjemput rejeki
Engkau wujudkan sejuta mimpi
Pada semua, pada diri sendiri
Meski kau merasa belum memberi arti
Kepada manusia, kepada negeri
Bapak, ini aku...
Meski petang datang padamu
Ku bersandar pada doa-doamu
Saat sendiri tanpa kehadiranmu
Saat keramaian mulai meninggalkanmu
Kini purnatugas menjemputmu
Fajar, biarkan ia tetap menyingsing
Ia menghangatkan, maka jangan kau
berpaling
Biarkan basah peluhmu mengering
Mungkin kau ingin istirahat sejenak
Melewati hari-hari penuh riak dan
ombak
Lepaskan penat, hilangkan jarak
Karena akhir tak bisa ditebak
Bapak, padamu kusampaikan terima
kasih
Pada pengorbanan hidupmu yang penuh
pedih
Pada hatimu yang bersih
Pada nasihatmu yang tulus bak kain
putih
Meski sering terucap sangat lirih
Karena perpisahan ini terasa perih
Jakarta, 06 Maret 06 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar